Minggu, 22 April 2012

Krisis Birokrasi Akar Mewabahnya Tikus-Tikus Tambun

Krisis birokrasi akut akhirnya memelihara tikus-tikus ini dengan memberi umpan hingga perutnya membuncit, saya rasa kita musti memperbanyak elang dan ular disini, kita sudah tidak memerlukan peran macam si kucing.
Hari itu saya memang sedang ada perlu ke Polres di alun-alun kota yang saya tempati. Saya ingin memperpanjang Surat Izin Mengemudi. Suasana kotor dan kurang terawat menyapa saya saat saya tiba di pekarangan kantor polisi terbesar di kota ini. Lapangan parkir yang penuh dan kurang terawat serta tersusun mobil-mobil polisi bekas yang sudah saya lihat bahkan sejak awal tahun, dari posisi dan bentuknya saya rasa mobil bekas dan karatan itu sudah sangat lama terparkir dan tidak terawat disana. Sungguh tidak seperti kantor  polisi yang ada di tempat lain, bangunan tua yang tidak terawat, mungkin hanya cat ulang dan penempatan ulang posisi saja rutin dilakukan untuk sedikit membuat mata terasa tidak lelah saat melihatnya. Tempat untuk mengurus sim dan ruang tunggu saja benar-benar tidak berubah sedikitpun sejak lima tahun yang lalu saya kesana untuk membuat SIM. 
Saya berjalan menyusuri ruang tunggu yang juga menjadi tempat biasa masyarakat mengurus SIM. di sebuah lorong saya mencium bau yang sungguh tidak sedap dan sebuah toilet umum yang saya rasa ini tidak ada bedanya dengan toilet umum di terminal. Gedung ini terasa angker dan tidak bersahabat, hanya itu yang selalu terbayang dalam otak saya selama kurang lebih satu setengah jam berada di sana, satu menit pertama saya berada disana saja rasanya ingin langsung enyah. Saya merasa kasihan dengan mereka yang berada di dalam sana, mereka, para oknum yang benar-benar masuk ke kepolisian demi mengayomi dan melayani masyarakat. Mengapa saya lebih suka menyebut mereka yang punya sisi baik adalah sebagai oknum? karena menurut saya yang tidak memiliki sisi baik mungkin setengah bahkan lebih banyak. 
Saat saya memasuki gerbang dan sampai di pos, ada seorang polisi yang menanyakan keperluan kami (saya dan ibu saya) datang kesana, ibu saya menemani saya karena kebetulan dia meminta saya menjemput dan mengantarkan dia ke kantor untuk mengurus sesuatu sebentar disana. Polisi yang menanyakan tadi langsung menyarankan saya untuk ke tempat yang dia sebut "kesehatan", dia mengatakan "ke kesehatan dulu kalo mau ngurus sim, lewat sana, tuh". hanya sekedar itu dan kembali mengobrol di pos dengan polisi lainnya. Saya masih kurang merasa jelas dan mencari plang bertuliskan membuat dan memperpanjang SIM. Sampai ke tempat yang saya sebutkan di atas saya dan ibu saya langsung ke loket dan membayar keperluan. Perempuan yang ada di loket pun menyarankan kami untuk ke tempat kesehatan tadi yang letaknya ada di belakang tempat mengurus SIM, kami harus memutar metewati gang kecil yang menjadi batas antara Polres dan kantor Kejaksaan disana.
Gang kecil ini sungguh kotor dan tidak layak, tembok yang membatasinya sungguh kotor dan tidak terawat. Saya semakin prihatin saat kami bertanya tempat yang ingin kami tuju kesana, banyak sekali orang orang yang langsung menatap kami layakya mangsa, saya tahu, mereka adalah calo-calo busuk yang memang biasanya bersarang di tempat macam ini. Saat mereka tahu saya melakukan perpanjangan sim lewat prosedor yang benar tanpa melewati calo, mereka langsung memandang kami seperti sampah, bayangkan saja, tidak ada satupun yang sikapnya benar dari tukang ojek sampai tukang foto copy, satu lembar saya foto copy disana dihargai lima ratus, dengan pelayanan yang amat sangat buruk. Saya berani bersumpah saya hanya sekali mengucapkan terimakasih pada orang disana, yaitu orang yang mengurus di bagian kesehatan karena saya kenal, dia adalah tetangga saya dan kerabat dekat ibu saya. bahkan stafnya yang lain tetap memasang muka bengis, padahal mereka perempuan, ya tuhan. Tidak berbeda dengan para staf yang mengurus SIM selanjutnya, mereka bekerja seperti robot, tanpa senym tanpa hati, hanya mengandalkan kecepatan tanpa memikirkan kenyamanan klien. Ada seorang yang sangat saya kesali, seseorang yang menuntun saya mengisi formulir, dia menuntun layaknya seorang tentara gila, mungkin dia akan mendapatkan persenan bila saya mengurus segala hal ini lewat calo ya, makanya karena tahu saya tidak lewat calo dia menjadi sangat keterlaluan. Seselesainya mengisi formulir saya langsung menuju loket lain tanpa berterimakasih dan bahkan enggan menatap wajahnya dan tersenyum padanya. Bandit-bandit korup ini belum selesai mengerjai saya, saya dibuatnya menunggu dengan tidak dihiraukan di depan loket, mereka bergurau layaknya anak balita sampai benar-benar sadar saya ada disana baru dilayani. mereka yang berkantor disini sudah saya cap sebagai setan korup yang sangat tidak profesional.
Saya bercerita kepada Jaka soal ini, dia ternyata sependapat dengan saya dan menjelaskan bahwa hal ini bisa saja terjadi karena memang kurangnya perhatian dari pemerintah pusat, dari bentuk kantornya yang benar-benar urakan saja sudah kelihatan seperti apa orang yang ada di lingkungan situ. Birokrasi dan prosedur yang ada di negara ini memang sangat-sangat bertele-tele, kita dipaksa untuk bosan menunggu dan terkadang ada saja oknum yang menyarankan kita memakai calo. Hal itu mereka manfaatkan untuk mengeruk untung sebesar-besarnya dari setiap klien, makanya mereka gendut, padahal dari uang tidak halal. Bahkan bentuk gedung saja bisa dimanipulasi agar prosedur berjalan lama dan membosankan, mereka yang menjadi calo pastinya berbagi persenan dengan oknum yang menyarankan. Hal ini tidak hanya terjadi di institusi kepolisian saja, bisa jadi di kelurahan bahkan di instansi pendidikan. 
Betapa bobroknya moral negri ini, padahal saya pernah mendengar dari seorang dosen, bila kita melakukan hal seperti itu sama saja dengan korupsi, hitungannya korupsi prosedur, hukuman perdata bisa saja dilayangkan. Tetpi bayangkan saja, hal itu sudah sangat mewabah di negri ini, entah apakah lembaga pengawas korupsi di negri ini sudah menjaring sampai sedemikian detail soal pelaksanaan korupsi yang terhitung bagaikan bisul diujung hidung yang tidak mancung ini. Bila ha itu dilakukan dengan benar-benar, mungkin banyak lapas yang buka cabang di negri ini. Ya hal itulah yang memang benar-banar nyata terjadi disini, mereka yang bebal, yang bermuka tembok, yang malas dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri, padahal cara itu sungguh hina.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda